Tlogo Gentong, Kampung Terakhir di Lereng Kawi

0 Comment

Link
Suasana Perkampungan Tlogo Gentong

Tlogo Gentong, pertama kali mendengar namanya mungkin akan kepikiran yang namanya sebuah telaga yang bisa dinikmati. Nyatanya, Tlogo Gentong ini bukanlah sebuah telaga, melainkan kampung paling ujung dan terakhir di lereng Gunung Kawi

Banyak yang bilang bahwa Tlogo Gentong ini merupakan sebuah dusun yang dihuni belasan KK. Secara administratif, Tlogo Gentong ini berada di Desa Sumberurip, Kec. Doko, Kabupaten Blitar.

Lalu apa yang menarik di daerah ini? Beberapa waktu lalu saya pergi bersama beberapa kawan untuk sarapan di Tlogo Gentong,

Perjalanan ke Tlogo Gentong

Saya, Tutut dan Mas Fauzi yang pernah jalan bareng ketika melakukan Pendakian ke Gunung Kelud via Karangrejo kembali bertualang menuju ke Tlogo Gentong. Awalnya kami berniat untuk camping, namun karena kondisi cuaca yang cukup seram dengan hujan deras disertai angin yang kencang, akhirnya kami mengurungkan niat kemping dan memutuskan untuk nglaju ke Tlogo Gentong

Perjalanan dimulai dari Kota Blitar sekitar pukul setengah delapan pagi, berangkat berdua dari kota bersama Tutut dan mampir di Depot Marem Bence mbungkus sarapan untuk dinikmati di Tlogo Gentong.

Rute

Kalau ditanya rute, kami nggak ngikutin google maps sama sekali. Tapi menggunakan google maps juga sudah cukup valid kok. Coba dicek secara mandiri ya bund. Saya menggunakan rute sebagai berikut ini

Kota Blitar – Garum – Talun – Wlingi – Plumbangan – Sumberurip – Tlogogentong

Kondisi Jalan

Kondisi jalan dari Kota Blitar sampai Ds. Banyuurip bisa dibilang mulus, bahkan sudah cukup banyak aspal koreanya. Namun begitu meninggalkan Ds. Banyuurip menuju ke Tlogo Gentong, kondisi jalannya semakin ajur gaes.

Pastikan kamu menggunakan kendaraan yang prima, terutama isi angin karen sepanjang jalan saya nggak melihat ada tukang pompa ban maupun tambal ban.

Kondisi jalan mirip dengan jalan ke Sirah Kencong lewat Semen atau jalan menuju ke Pantai Bakung yang beberapa waktu lalu juga aku kunjungi

Lebih lengkapnya bisa langsung nonton moto vlog menuju ke Tlogo Gentong yang ada di bawah ini

YouTube video

Suasana Tlogo Gentong

Saya cukup bingung menjelaskan bagaimana suasana di kampung ini, selain rumah-rumah yang terbuat dari kayu dan anyaman bambu sebagai dindingnya. Kabel listrik hanya disangga oleh bilah-bilah bambu tinggi yang diikat di depan pagar masing-masing rumah.

Tidak ada listrik di siang hari, karena mayoritas warganya menghabiskan waktu untuk merumput dan beraktivitas di luar ruangan. Jadi tidak heran jika listrik hanya dinyalakan di malam hari. Sumber listrik berasal dari sebuah generator yang dipasang di sungai yang meiliki arus yang cukup deras.

Beberapa rumah tampak memiliki pemancar wifi tembakan yang hanya bisa digunakan ketika malam. Tidak ada sinyal operator yang terdeteksi selama di desa ini. Baik itu Telkomsel, Indosat, maupun smartfren yang kami bawa.

Angin cukup kencang membuat saya merasa bersyukur membatalkan rencana camping di sini. Didukung dengan ucapan salah seorang warga sekitar yang bercerita kalau selain hujan deras, angin yang cukup kencang juga menghantui kawasan ini kalau malam-malam itu.

Pos Pantau Ladang Tlogo Gentong

Pos Pantau di Tlogo Gentong

Pos pantau di tengah ladang merupakan salah satu ikon di Tlogo Gentong ini. Kami berjalan menuju pos pantau ini setelah menitipkan motor di rumah warga paling ujung. Tampak beberapa greenhouse berbahan bambu dan beratap plastik UV mangkrak tak terawat.

Ladang di sekitar pos pantau juga tampak tak terawat ketika saya sampai. Beberapa ketela tampak tumbuh liar setelah pernah dipanen, begitu juga dengan bunga wortel yang membuat pemandangan cantik namun tak berisi. Karena dari sisa-sisa panen lalu tumbuh lagi secara liar. Namun setidaknya saya mendapatkan foto yang lumayan :))

Kami memutuskan untuk membuka bekal di pos pantau Tlogo Gentong ini. Saking kencangnya, angin menerbangkan kerupuk dan beberapa bulir nasi yang ada dalam bungkusanku. Memang tak nyaman pagi itu makan di atas pos pantau ini, namun bukankah memang ada harga yang harus dibayar mahal untuk sebuah hestek #BreakfastWithAView ?

Breakfast with a view

Usai menyantap sarapan, tidak lupa untuk melakukan sesi foto-foto sebagai penanda pernah mengunjungi tempat ini. Tentu dengan pinjeman kain rajut punya Mas Fauzi dan berlagak bak pendekar panen wortel :))

Treking ke Air Terjun Tirto Wening

Melihat kondisi yang tak begitu bersahabat, sebenarnya tidak ada niatan untuk melanjutkan treking ke Air Terjun Tirtowening yang ada di kawasan ini. Namun karena dikompori sama salah satu anak setempat bahwa lokasinya dekat, akhirnya kami memutuskan untuk berjalan menuju ke Air Terjun

Apesnya, kami tidak membawa jas hujan. Sehingga setelah setengah perjalanan kami memutuskan untuk kembali. Karena ada kamera yang harus diamankan. Saya nggak mau ambil resiko kamera tewas (lagi) gegara terkena air seperti kebodohan yang pernah aku lakukan beberapa tahun lalu.

Mungkin perjalanan ke Tlogo Gentong yang akan datang, saya akan melanjutkan treking ke Air Terjun Tirto Wening hingga tuntas.

Tags:

Share:

Related Post

Leave a Comment